Milk on Shake


“Ambil banyu wae, Nduk. Campurin ke susu sapi kita biar tambah banyak. Keuntungan kita akan berlipat ganda, Nduk.”
“Eh ibu kok ngajarin yang jelek sih. Itu kan namanya menipu bu, gak boleh. Kalo ketahuan sama khalifah, bisa dimarahin kita.”

“Ah khalifah ndak ada. Dia masih bobo di kerajaannya yang megah.”
“Eh ibu belum tahu kerajaannya. Kan khalifah kerajaannya cuma selembar pelepah kurma.”

“Ah terserah dia. Kenapa gak mau menggunakan kekuasaannya untuk mencari uang. Lha wonk para kades aja suka nilep uang.”
“Dia itu khalifah yang adil, Bu. Gak mau menggunakan kekuasaannya untuk kepentingan dirinya sendiri. Dia takut sama Allah, Bu. Takut akan siksanya di kahirat kelak.”

“Ah akhirat kan masih kelak. Sekarang yo sekarang nduk. Kasian bapakmu, abis diPHK kini stroke. Siapa yang mau biayai pengobatannya kalo ndak kita.”
“Tapi saya takut, Bu...”

“Takut sama sapa. Kan dibilangin Khalifah pasti masih tidur. Lagian ndak mungkin dia mendengar sampe ke sini. Rumahnya kan jauh.”
“Bukan takut sama Khalifah bu, takut sama Tuhannya Khalifah. Tuhannya Ibu, Tuhannya aku. Khalifah bisa tidur, tapi Allah ndak pernah tidur lo, Bu.”

“Walah kowe ki, Nduk, sampe mikir yang ke sana-sana. Yo wis, aku sing ngalah. Tapi kalo bapakmu nanti butuh uang, kowe sing tanggung jawab yo.”
“Insya Allah bu, saya akan cari penghasilan lain.”

Ternyata khalifah mendengar. di dinding rumah keluarga itu. Karena khalifah suka jalan malem, bukan untuk begadang. Tapi untuk memeriksa masyarakatnya. Air matanya menetes. Gadis itu patut diberi penghargaan yang tinggi. Bukan karen takutnya dia dengan sang khalifah tapi pada Tuhannya Khalifah.

Besoknya di istana khalifah.
“Pengawal coba tolong, kowe sampiri rumah ibu ini di blok Swesry B. Dia punya anak, minta anaknya juga diajak serta.”
“Baik, khalifah.”

“Hus, sudah dibilang jangan panggil khalifah. Panggil saja aku Umar...”
“Baik, Umar, eh Pak Umar...”

Khalifah Umar pun memanggil anaknya.
“Anakku, kowe wis gedi. Mesti cari pasangan seng mantep dan cocok buatmu.”
“Aku ndak tau gadis-gadis Papa. Aku gak suka bergaul dengan gadis-gadis.”
“Bagus anakku, karena itu memang dilarang agama kita. Tapi benarkah kamu belum punya pacar atau kekasih?”

“Belum papa, suer. Aku belum pernah pacaran.”
“Good, good anak baik. Bagaimana kalau aku yang carikan, kamu mau?”
“Apapun yang Papa berikan insya Allah yang terbaik buat aku.”
“Duduk di sampingku, Nanda..”

Pengawal masuk dengan membawa seorang ibu dan seorang gadis yang berjalan menunduk malu-malu.

Khalifah Umar berbisik pada putranya,
“Bagaimana menurutmu, Nanda..”
“Eh....hm... Boleh, Pa.” Kata si anak tersipu malu.

Khalifah mempersilahkan mereka berdua duduk di tempat duduk yang lebih baik dari tempat beliau dan anaknya duduki. Si Ibu merasa jengah dan malu.
“Kau tau sebab aku mengundang kalian kemari?”
“Boten ngertos (tidak tahu) paduka Khalifah yang terhormat..”
Jawab si Ibu terbata-bata. Dia takut kalau saja ada kesalahan yang dia pernah lakukan dan kedengar ke telinga Khalifah.

“Aku memanggil kalian kemari karena aku semalam mendengar percakapan kalian berdua...”
Si Ibu pucat pasi.
“Maaf duli paduka khalifah.. Saya khilaf..”

“Permintaan maafmu aku terima. Dosamu baru sebatas niat, yang alhamdulillah bisa dicegah oleh anak gadismu.”
“Tapi kalau saja niatmu itu tidak dicegah, kau sudah jatuh ke dalam dosa. Berterima kasihlah pada anakmu.”

Khalifah Umar berdiri dan mendekati anak gadis penjual susu itu.
“Maaf, gadis, aku terkesima dengan sikapmu. Maukah kau menjadi menantuku...”
Si gadis terdiam. Gembira. Dia tentu saja akan menerima pinangan seorang khalifah yang bijaksana dan adil itu. Namun yang masih dia kejutkan adalah begitu cepatnya pahala semalam itu diberikan pada Allah.

“Diamnya wanita berarti setuju. Anakku pun sudah setuju. Tinggal meminta persetujuan kau saja, Ibu..”
Si ibu menangis pilu. Dia tentu tak menyangka bisa dipanggil ibu oleh seorang khalifah yang nadanya seperti panggilan yang diberikan seorang anak. Betapa sopan dan berbudinya khalifah ini.

“Apa yang disetujui anakku, juga menjadi persetujuanku juga, Khalifah...”
“Baik, berarti semuanya beres... Pengawal segera bentuk panitia pernikahan anakku!!”

Komentar

Postingan populer dari blog ini

ULANGAN PAI KD I DEMOKRASI DALAM ISLAM SEMESTER GANJIL KELAS XII

SOAL HARI KIAMAT XI IPA