Jum'atan Kok Tidur

Tidak setiap hari begitu berharga hingga bisa meng¬hapuskan dosa seminggu sebelumnya. Tidak setiap hari doa dijamin dikabulkan dan pahala kebaikan dilipatgandakan. Tidak setiap hari muslim berkumpul memenuhi masjid. Tidak setiap hari shalat di masjid begitu berat untuk ditinggalkan. Juga tidak setiap hari ada khatib naik mimbar dan berkutbah. Ya, memang tidak setiap hari hari jum’at.

Namun dalam kesempatan yang begitu langka didapat itu, kita masih belum bisa memaksimalkannya. Seringkali hari jum’at berlalu begitu saja tanpa bisa kita rasakan keindahan dan hikmahnya. Pada hari jum’at kita shalat ala kadarnya. Beribadah sekenanya. Sunnah dilupakan begitu saja. Mendengarkan khutbah jum’at pun terlena.

Kaum muslimin kurang memperhatikan sunnah-sunnah Nabi sebelum shalat. Juga enggan segera datang ke masjid kecuali bila telah terdengar adzan kedua. Ketika telah berada di masjid pun tidak segera memenuhi shaf-shaf terdepan. Maunya di belakang dan pojok-pojok masjid. Dan parahnya ketika khatib menaiki mimbar, kita malah mulai tertidur. Kadang maap, sampai mendengkur dan mengeluarkan air liur.

Kenapa terjadi hal yang demikian? Ada beberapa hal yang mendukungnya. Mari kita bahas satu-persatu, secara singkat.

Kurangnya ilmu tentang pentingnya hari jumat dan pelaksanaan shalat jum’at

Hari jum’at adalah hari teristimewa dalam seminggu. Walau di hari senin dan kamis kita disunnahkan puasa sunnah, tapi tetap tak ada yang menggantikan kebaikan di hari jum’at.

Beberapa keutamaan hari jum’at:
1.Hari diciptakannya dunia
2.Hari diciptakannya Nabi Adam As dan penurunannya ke dunia
3.Hari turunnya al qur’an pertama kali
4.Hari munculnya kiamat kubra, Dll.

Karena banyak dari kita kurang mengetahui keistimewaan-keistimewaan tersebut, hari jumat berlalu sebagai rutinitas biasa. Ia hanya dianggap sebagai hari-hari lainnya. Kalau digambarkan mungkin ‘bagai pasangan kita’, karena kita tahu ia ‘istimewa’ maka kitapun akan memperlakukannya istimewa. Tapi bila kita menganggapnya sebagai orang ‘biasa’, maka kita pun akan memperlakukannya secara biasa.

Kalau kita tahu seseorang berasal dari keturunan yang terhormat, pangkatnya pun sudah tinggi, pendidikannya S3, kita akan menghormatinya dan menganggapnya sebagai orang hebat yang harus kita perlakukan dengan hebat pula dan berbeda dari orang lainnya.

Banyak orang pun kurang mengerti apa saja Sunnah Nabi Muhammad Saw yang dilakukan selama hari jum’at. Ini ada beberapa di antaranya.
1.Memperbanyak Shalawat Nabi
2. Memotong kuku
3. Mandi
4. Memakai wangi-wangian
5. Membaca surat Al Kahfi
6. Menyegerakan diri untuk shalat jum’at
7. Mendengarkan kutbah jum’at

Untuk mendengarkan kutbah jum’at ulama berbeda pendapat tentang wajib atau tidaknya.
Pertama: Ulama yang mengatakan bahwa wajib mendengarkan kutbah karena 1 paket dengan shalat jum’at. Bila tidak mendengar shalatnya tidak dianggap sah.
Kedua : Ulama yang mengatakan bahwa mendengarkan kutbah adalah sunnah muakkad (sunnah yang sangat dianjurkan) namun apabila kelewatan dan tidak mendengarkan (sengaja maupun tidak) shalatnya tetap sah. Namun kurang Afdhal sekiranya shalat jum’at tanpa mendengarkan khutbahnya. Bagai sayur tanpa garam. Hambar.

Allah Swt berfirman tentang hari jum’at dan pelaksanaan shalat jum’at, “Hai Orang-orang yang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat pada hari jum’at, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. Apabila telah ditunaikan shlat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah sebanyak-banyaknya supaya kamu beruntung.” (Al Jumu’ah 9-10)

Ayat ini menjelaskan tentang pelaksanaan shalat jum’at dimana bila waktunya telah masuk (waktu dhuhur) hendak dan selayaknya kaum muslimin segera menuju ke masjid. Sebaiknya (bahkan kebanyakan ulama mengatakan wajib) untuk meninggalkan seluruh aktivitas kehidupan dunia untuk sementara. Walau penyebutan hanya pada ‘jual beli’ itu tidak menutup aktivitas atau pekerjaan selain jual beli. Baik itu bersekolah, bekerja di kantor, bertani, nelayan dll. Kecuali ada udzur syar’i yang memberinya pengecualian. Misalnya menjaga perbatasan negara (prajurit), sedang dalam perjalanan (safar) atau sakit.

Pelaksanaan shalat jumat berjamaah wajib bagi laki-laki mukallaf (sudah balig) dan tidak wajib bagi para wanita. Untuk wanita, sah shalatnya bila ia mengikutinya bersama jamaah lainnya. Sebaiknya bila ingin berjamaah, para wanita itu mengikuti masjid yang memang sering menyelenggarakan shalat jum’at. Dan bila wanita shalat sendirian di rumah maka ia mengikuti kaidah shalat dhuhur dengan 4 rakaat.

Pelaksanaan Shalat jum’at diawali dengan khutbah jum’at. Nah, kutbah jumat ini yang sering jadi masalah. Bukan pada rukun-rukunnya, karena semua orang sudah mengetahui. Tapi lebih kepada efektivitas dan kualitasnya. Banyak makmum & khatib yang menganggap bahwa kutbah jum’at hanya pelengkap shalat jum’at belaka. Sekedar pemenuhan kewajiban. Kalau makan, yang penting kenyang. Entah itu makanannya sehat atau tidak, kurang begitu peduli.

Padahal kutbah jum’at bukan sekedar pelengkap, tapi kutbah jum’at juga adalah salah satu sarana paling hebat dalam institusi dakwah Islam. Setiap minggu¬nya kita diingatkan untuk terus menjaga kualitas ketakwaan dan kebaikan dalan diri kita hingga orang Islam selalu akan jadi semakin baik hari ke harinya, minggu ke minggunya. Tentunya bila masing-masing pribadi penuh kebaikan dan ketakwaan akan mempengaruhi masyarakat dan negara secara umum.

Namun karena dimulai dari persepsi yang salah, maka kutbah ini diperlakukan remeh dan tidak dianggap dengan baik. Kadang juga dipersiap¬kan seadanya. Apa adanya. Kurang-kurang dianggap biasa. Adanya kesalahan dianggap sekedar alpa sebagai manusia.
Akhirnya kutbah menjadi tak begitu berarti dan makmumpun tidak memberikan simpati apalagi perhatian. Padahal dalam seminggu iman bisa drop (turun) dan harus segera dikatrol hingga naik lagi dan menjadi iman yang lebih baik.

Ada beberapa hal yang membuat kutbah buruk.

Tema yang monoton dan mem¬bosankan
Kurangnya pemahaman yang cukup dari khatib terhadap tema yang diambil dan disampaikan.
Gaya dan intonasi berkutbah yang tidak diperhatikan
Kurang mengenanya tema dengan kehidupan sehari-hari
Kurang bisanya khatib menguasai audiens (makmum)
Mari kita coba mengatasinya dengan beberapa tips-tipsnya penting

1. Carilah tema yang menarik
Kebanyakan khatib memilih tema yang itu-itu saja. Tentang ketakwaan melulu. Pun begitu dengan pem¬bahasan yang sama satu sama lain. Makmumpun menjadi bosan dan bete. Dengan perasaan bosan seperti itu tentu saja makmum akan lebih memilih tidur daripada mendengarkan. Tidaklah meng¬apa membahas tentang ketakwaan, tapi bukanlah ketakwaan menjadi pem¬bahasan dari awal hingga akhir.

Ajakan dan himbauan untuk bertakwa hanya satu point bahasan. Selebihnya bisa membahas topik dan masalah yang lain. Atau kalaupun ingin memperinci lebih dalam masalah takwa, bawalah tema itu kepada kehidupan riil. Kehidupan sehari-hari lebih diminati untuk dibahas.

Misalnya bertakwa dalam keluarga, bertakwa dalam jual beli, bertakwa dalam bekerja dll.

Lebih lanjut mari mengeksplore lebih lanjut permasalahan-permasalahan yang sedang hangat di masyarakat. Beserta membahas hukum-hukum yang berkaitan dengannya. Misal¬nya masalah Syekh Puji, poligami, banyaknya aborsi, kristenisasi yang mewabah, Pemilu, tsunami/ bencana alam dst..,

Saat adanya krisis ekonomi global mari kita kutbah bertemakan tentang kemiskinan, kepedulian, kemandirian, kesederhanaan. Beserta mencoba memberi solusi-solusi terbaik bagi banyak masalah yang timbul karena adanya krisis.

Jangan memberi tema yang membuat makmum merasa melayang-layang dan sering tidak sesuai dengan kondisi sehari-hari. Ajarkan mereka tentang kehidupan mereka sendiri dan bagaimana cara Islam memandangnya.

2. Lemah lembut
Hendaknya setiap khatib dan dai bisa meng¬ajak orang lain ke jalan Allah Swt dengan hikmah & lembut. Allah berfirman, “Serulah (manusia) kepada jalan Rabbmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik” [An-Nahl : 125]

Dalam ayat lain disebutkan, “Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu ma’afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka” [Ali-Imran : 159]

3. Mempermudah masalah dan cara penyampaian (tidak bertele-tele)
Ketika beliau mengutus utusannya, Rasulullah Saw selalu berpesan, “Hendaklah kalian bersikap memudahkan dan jangan menyulitkan. Hendaklah kalian menyam¬pai¬kan kabar gembira dan jangan membuat mereka lari, karena sesungguh¬nya kalian diutus untuk memudahkan dan bukan untuk menyulitkan.”

Janganlah berkutbah berputar-putar di satu masalah saja, adanya banyak pengulangan kata, dan tidak adanya solusi. Sedikit tapi tepat.

4. Bermanis muka dan bergaya bicara indah
Berpakaian yang sopan, baik dan rapi. Menampilkan muka yang enak dilihat para makmum. Tidak menampilkan muka muram, gelap, suram dan tidak ada senyuman. Meskipun Sunnahnya dalam Khutbah Jum’at ada penekanan dalam setiap intonasi (sedikit tinggi/marah) tapi tidak menghilangkan keramahan raut muka sehingga indah dan bahkan nikmat dipandang.
Takutnya bila wajah muram, ma’mum akan menolehkan wajahnya ke lain tempat. Padahal termasuk Sunnahnya menghadapkan pandangan ke arah khotib.

Coba belajar berintonasi, merendah-naikkan suara serta menampilkan raut muka sesuai dengan penyampaian. Saatnya tinggi-tinggi, saatnya halus ya halus.

5. Memiliki dalil dan hujah yang jelas dan pasti
Islam adalah ajaran yang sudah berdasar dan penuh dengan pengetahuan yang bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya. Jadi sebisa mungkin memberikan dalil dan landasan yang kuat, apalagi bila yang dibahas masalah hukum. Baik itu dalilnya diambil dari Al qur’an, Hadist Nabi, maupun perkataan para ulama.

“Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Alloh (Al-Quran) dan Rosul (As-Sunnahnya), jika kalian benar-benar beriman kepada Alloh dan hari kemudian ...” (QS, An-Nisaa: 59)

"Katakanlah, Inilah jalan (agama)ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata'." [Yusuf : 108].

Jadi, seorang dai harus mengetahui (baca: menguasai) apa-apa yang diserukannya dan apa-apa yang dilarangnya sehingga tidak berbicara atas nama Allah tanpa berdasarkan ilmu.

6. Tema dan gaya penyampaian bisa mencakup keseluruhan ma’mum
Rasulullah Saw bersabda “Agama ini adalah nasihat (Beliau mengatakan hal itu tiga kali), kami berkata: untuk siapa? Beliau bersabda: “untuk Alloh, untuk Rosul-Nya, untuk imam-imam kaum muslimin dan rakyatnya.”

Jadi hendaknya tema dan pembahasan khutbah bisa diterima oleh siapapun yang mendengarnya. Juga melingkupi permasalahan kalangan kaya-miskin, pemimpin-rakyat, tua-muda, intelek-orang awam. Jangan sampai ketinggian gaya bahasa, pemakaian istilah yang masih asing, membicarakan masalah yang terlalu rumit dan tinggi tingkatannya ataupun sebaliknya jangan membicarakan yang terlalu remeh, biasa dan kurang tepat. Yang sedang-sedang saja.

7. Memahami tema dan pokok bahasan dengan baik
Sebelum tampil, hendaklah melatih dulu apa yang hendak disampaikan. Hapalkanlah qur’an dan hadisnya, point-point pentingnya dan gaya bicaranya. Kalau bisa lepas dari teks tentu lebih baik. Namun membawa tekspun tidak mengapa dan tidak membatalkan sahnya khutbah.

Untuk isi khutbah kita bisa mencarinya di buku-buku khutbah, buku islami, majalah/tabloid/koran, berita di TV. Kami menyarankan mencari di internet, karena begitu banyaknya ilmu yang ada di dalamnya dan semestinya harus bisa dikuasai dengan baik oleh para khatib dan dai.

Didukung pemahaman yang baik akan sangat mudah sang khatib menyampaikan khutbahnya dengan baik dan lebih menarik.

8. Ikhlas
Di samping itu, ia pun harus ikhlas karena Allah dalam berdakwah, bukan untuk mengajak kepada suatu madzhab, partai dan bukan pula kepada pendapat si fulan, akan tetapi mengajak kepada Allah untuk mendapatkan pahala dan ampunanNya serta mengharapkan baiknya manusia. Karena itu, harus dilandasi dengan keikhlasan dan ketulusan hati.

“Kebaikan dan kenikmatan adalah bagi orang yang menyembah Tuhan-Nya dengan sebaik-baik kepatuhan dan melayani Tuhannya dengan tulus ikhlas.” (HR Imam Bukhari)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

ULANGAN PAI KD I DEMOKRASI DALAM ISLAM SEMESTER GANJIL KELAS XII

SOAL HARI KIAMAT XI IPA