PRIA SUBORDINAT


Hihi, judulnya serem juga ya? Aku juga gak tahu kok bisa dapet judul itu. Kenapa juga aku bilang serem, karena emang kalo denger kata subordinat, bikin hati ini ser-seran. Pria subordinat itu kan berarti pria pelapis/pengganti. Siapa sih yang mau jadi pria pelapis? Kadang kalo kita jadi pemain cadangan aja gak suka, bener kan? Kalo kue lapis sih baru suka.
Sementara, kata seram berasal dari kata ser dan imbuhan an. Ser sendiri berarti getaran, misalnya jantungnya ser-seran. Jauh artinya kalo dipakai buat nama, misalnya pulau seram, bukan berarti pulau itu selalu bergetar.
Ada lagi yang mengatakan kalo seram itu identik dengan hal-hal yang ghoib. Kalo udah bilangin setan, jin, surga, neraka, pasti langsung bilang, “hiii...seram!!”. Tapi banyak juga yang gak takut sama hal yang begituan, malah suka nongkrong di sana. Misalnya si Pairan, dia sukanya kongkow sore di seram-bi rumahnya:)
Yang pasti sekarang adalah bagaimana kalo kita jadi pria/wanita subordinat? Uh, tentu sakit dong men rasanya? Bagai balon ketusuk peniti, pecah deh! Di dunia ini, faktanya, jarang banget -kalo mau dibilang gak ada yang suka untuk diduakan. Padahal itu taraf yang masih remeh banget.
Kalo cuma diduakan, itu kan berarti kita masih aja setara dengan yang kedua, bahkan bisa jadi kita masih dianggap yang utama. Tapi kalo udah disubordinat, itu berarti kita cuma dipandang sebelah mata aja! Kalo yang pertama dia gak dapet atau gak lagi menarik, baru deh kita dilirik.
Dalam permainan sepak bola misalnya, sebagai pemain cadangan, kita mesti harus rela menunggu giliran sampai pemain inti kecapean, cidera atau maennya lg gak bagus. Kalo si pemain inti masih aja fit dan segar bugar, tentu kita gak ada kesempatan untuk bermain.
Aslinya aku gak mau nakut-nakutin kamu, seandainya ternyata selama ini kamu udah ngerasa hal itu terjadi pada dirimu. Aku juga gak pengen kamu malah semakin minder ketika bener kamu jadi pria subordinat seorang wanita yang kamu suka. Trus kamu loyo dan mengganggap dirimu gak ada artinya di dunia ini. Bahkan kamu sampai mikir bahwa kekonyolan terbesar, adalah karena kamu dilahirkan sebagai subordinat!
Aku malah pengen nyemangatin kamu, bahwa gak ada salahnya kamu jadi subordinat atau sebagai pelapis. Sebuah tim bahkan akan sangat terbantu bila ada pemain cadangannya yang rela menunggu sambil bersiap-siap masuk ke lapangan dan bermain. Bisa kebayang kan, bagaimana repotnya kalo gak ada pemain cadangan sama sekali. Harus ada yang di luar!
Yang patut dipikirkan adalah sejak kita diciptakan, pilihan dan kesempatan yang ada pada kita hanya dua. Kita jadi pemain utama atau pemain pengganti. Pastinya kita gak tau, kita bakal jadi pemain inti atau enggak. Kita baru tau setelah njalanin kehidupan ini sedikit-demi sedikit.
Ada yang dari SD udah jadi ketua kelas dan udah pinter merintah-merintah, tapi ada juga yang cuma diam dan siap ngelaksanain apa yang diperintah tanpa membantah. Ada yang bersuara indah, hingga selalu disuruh nyanyi setiap ada acara, ada juga berbadan kuat hingga selalu jadi pilihan utama saat ada kerja-kerja.
Itu aja gak bisa dipegang pada semua hal dan semua kerjaan. Maka itulah gunanya manusia tidak diciptakan secara sempurna. Selalu aja ada kekurangan di sana-sini. Hingga kalo kamu gak bisa di satu bidang, ada orang lain yang gantiin. Dan kalo dia gak bisa di hal laen, ternyata kamu mampu dan bisa. Kan bisa kerjasama.
Seperti kemaren, saat aku chatting dengan temanku yang di UGM, kini dia udah magang di Indosat, kerja praktek. Dia bilang kalo di kantornya, selalu ada kajian agama dan ustadznya biasa diundang dari luar. Ternyata, kata temanku itu, dari atasan hingga bawahan di Indosat orangnya agamis. Makanya dia heran kenapa Indosat bisa dijual ke Sangapura.
Aku bilang begini, “kenapa kamu cuma bertanya, coba aja kamu jadi bosnya dan beli kembali Indosat untuk Indonesia.”
“Enggak gampang lho...”
“Enggak gampang bukan berarti gak bisa kan?” Kataku.
“Iya juga sih, tapi beli Indosat...”
“Kalo gak, temen kamu yang ahli macam begini di UGM kan banyak, kenapa kamu gak kumpul sama mereka trus buat hal yang sama dengan nama yang berbeda?”
“Bener juga ya, kamu mau bantu kan?”
“Pasti, tapi tentu dengan cara yang berbeda. Bisa jadi ntar suatu ketika, Insya Allah aku yang ngisi kajian di kantor itu, dengan syarat kamu udah jadi bos Indosat!” Dia menyanggupi sambil minta doa, tentu doaku bersama mereka. Amin.
Kita bisa aja kok kongkret-kongkretan meski gak di hal yang sama. Karena itulah, bagiku menjadi subordinat atau inti bukan masalah yg berarti. Kalo aku gak bisa duduk jadi pengurus PPMI misalnya, bukan berarti aku jelek dan hina trus gak mau berbuat buat kebaikan PPMI. Bisa aja kan, sebagai anggota aku ngusulin hal-hal yang perlu buat PPMI lakuin pake kertas atau surat atau cara laen?
Masalah jadi buruk adalah kalo kita udah gak jadi pemain utama, tapi kita malah jadi musuhnya. Saat menjadi pemain cadangan, mestinya kita bisa jadi supporter yang baik dan produktif untuk membantu mereka yang sedang bermain di lapangan. Bisa teriak-teriak ngasih semangat atau diam sambil berdoa dalam hati.
Sama halnya kalo kamu lagi jatuh cinta dan ternyata gak dianggap olehnya. Bisa jadi dia emang gak tertarik sama kamu dan memilih yang laennya. And you know, that’s is OK! Kata orang, hidup itu adalah pilihan. Seperti saat kita memilih doi untuk cinta kita secara rela dan berpikir sehat, mustinya dalam hal yang sama, kita juga harus rela saat tahu dia lebih memilih orang lain sbg cintanya.
Gak ada yang jadi big problem kok kalo kita mau menerimanya dengan hati yang lapang dan pikiran yang jernih. Saat kita gak bisa di satu titik dan kita berada di urutan ke dua atau entah ke berapa, jangan putus asa. Siapa tau di titik lain kita berada di no pertama dan tak ada yang bisa menggantikannya?
Sebab kalo mau marah, jengkel, kesal, dendam sampai panggil dukun juga gak nyelesain masalah. Apa kamu mau sukanya dia padamu gara-gara jin Tomang, susuk atau pelet kasmaran? Atau kamu mau sukanya dia padamu gara-gara terpaksa? Cinta gak bisa dipaksa, Men!
Aku udah ngerasain banyak episode sakit hati baik pada orang lain atau pada diriku sendiri. Tapi yang aku tahu lebih berbahagia kalo kita gak larut sama sakit hati itu terlalu lama. Capek. Selain bikin kita layaknya orang gak punya kerjaan, hal itu cuma bikin sedih dan ngerugiin kita pada kerjaan dan hal lain yang lebih penting untuk kita lakukan.
Ada sebuah cerita lain, ketika temanku suka ama seseorang, dia orangnya emang suka terus terang. Dia pun langsung bilang, “Aku suka padamu... Dan aku ingin melamarmu...”
“Eh, kamu... kok bicara begitu...”
“Mengapa aku tidak berani mengucapkan isi hatiku sendiri? Ini kan bukan sesuatu yang memalukan? Jika main sembunyi-sembunyi, diam-diam menyukai seorang, tapi tidak berani mengutarakannya, cara beginilah baru memalukan dan menggelikan.... betul tidak?”
“Tapi meski kau menyukaiku, rasanya belum tentu aku suka padamu.”
Setelah menahan napas lama, temanku berkata lagi sambil tersenyum.
“Yang penting aku suka padamu, apakah kamu juga suka padaku atau tidak, bukan soal, kau tidak perlu khawatir, aku tidak akan marah.”
“Kau tidak kecewa?”
“Kenapa musti kecewa? Aku toh hanya berusaha, yang memegang hati itu lebih berkuasa.”
Setelah hari itu, temanku berusaha melupakannya sekuat tenaga dan upaya yang dia bisa. Dia jadi lebih aktif ke kuliah, kerja organisasi dan daurah ta’lim. Dia ingin melupakan, meski sangat berat. Dia memang terlihat gagal dalam perjalanan cintanya, tapi dia tidak menyesali dan terus berupaya kegagalan dalam satu hal tidak merembet ke hal lain yang lebih utama.
Kita, pria, kadang selalu dihadapkan dalam dilema. Mau kita banyak, mau kita selalu indah, dan mau kita seringnya selalu sempurna. Namun seringkali kita terantuk pada keterbatasan yang kita punya dan kita harus sadari dengan seksama dan secerdas-cerdasnya. Kita ingin bahagis, dapat ini-itu, punya yang begini-begitu. Sayangnya kita lebih banyak yang jadi subordinat ketimbang pemain utama. Lalu apakah kita selesai sampai di situ dan gak bergerak lagi? Akankah kita melemah dan say good bye pada semua yang telah kita angankan dan impikan dan gak lagi peduli?
Habis bantuan, sayang pun hilang
Ada temen yang mengeluh, kalo dia ternyata selama ini diperalat cewek yang dia sukai. Selama ini, dia pikir kalo cewek itu suka juga dengan dia. Jadinya semua bantuan, bimbingan, penjagaan, pinjaman uang, angkat-angkat barang selalu dia kerjakan tanpa lelah dan mengeluh. Tapi suatu ketika, dia sadar kalo dia cuma dianggap seorang teman saja, tidak lain tidak bukan. Dia pun kecewa, karena ternyata si cewek malah menyatakan cinta pada temannya.
Aku pun nasehatin, “masih mending kamu masih dianggap temannya. Masih mending kamu dimintai bantuannya, hingga paling tidak kamu bisa menyatakan perasaanmu lewat sebuah tindakan kongkret.”
“Ah, pokoknya dia ngecewain aku!”
“Oh tidak, kalo kamu begini, berarti kamu gak tau hadist nabi Innamal A’malu binniyati. Wainnama likulimriin manawa. Famankana hijrotuhu ilallah warosuli fahijrotuhu illahi warosuli. Famankana liddunya yuhisuba awimroatun yunkihuha, fahijrotuhu ila man hajara ilaihi...”
“Kamu bisa aja bikin semua tindakanmu itu buat orang yang kamu cintai, dan mungkin kamu bisa dapat cintanya. Dan kalo enggak dapat, wajar kalo kamu pasti kecewa dan sakit hati padanya. Tapi kalo kamu lakuin semua itu buat Allah dan RasulNya, aku jamin, kamu gak bakalan pernah kecewa!” Yah, sekali lagi kalo kita ngarepin sama manusia, siap-siap kecewa aja.
Dunia ini terlihat sangat sempit dan kecil kalo kita bahas cuma pada masalah beginian. Dan terus terang, aku juga bosen membahasnya. Cuma kejadian-demi kejadian yang serupa tetap datang begitu aja. Tentu seperti di kalam Allah, tidak ada kejadian yang sia-sia. Semua pengalaman orang lain, bisa menjadi i’tibar bagi kita.
Selayaknya, kita tetap tak terdiam dan berhenti saat kita jadi subordinat. Selalu aja ada kesempatan selama ada kemauan. Sama lagi di tim, walau kita emang jadi pemain cadangan, tapi bisa kan kita latihan lebih tekun dan mencoba untuk bermain lebih baik dari hari ke hari? Siapa tahu, yah sapa tahu kelak, pelatih melihat kita sebagai pemain yang siap dioptimalkan sebagai pemain utama di tim.
Kecuali, ya kecuali kita emang gak punya mental untuk menjadi pemain utama. Kita lebih suka bermain sebagai pemain cadangan abadi. Dan tentunya itu sangat menyakitkan dan menyengsarakan. Atau ada cara lain, pindah aja ke klub yang laen. Siapa tahu mereka siap dan menerima kamu menjadi pemain utama dengan senang hati.
“Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.” (Alam Nasyrah: 5)
larilah sebelum kebalap!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

ULANGAN PAI KD I DEMOKRASI DALAM ISLAM SEMESTER GANJIL KELAS XII

SOAL HARI KIAMAT XI IPA