orang besar kampung

Orang besar Kampung
akur

Kulihat untuk terakhir kali, jejeran imarah yang nampak mengecil dibalik kaca pesawat Kuwait Airlines yang kunaiki. Ternyata mereka bisa nampak indah juga! Ah, selama ini aku terlalu mengecilkan fungsi mereka. Cuma sebagai rumah belaka, padahal di dalamnya ada kemandirian, sosialisasi yang tinggi dari berbagai jenis suku dan juga toleransi dalam beribadah. Dan semua yang kudapat disini, akan kubawa ke indonesia. Tepatnya dikampungku Pagar Tinggi, Sumatra Barat. Tempat aku harus mengabdikan ilmu yang kudapat di Al Azhar.
Kuingat lagi teman-teman yang tadi ikut mengantar kepergianku. Rupanya mereka benar-benar berat melepas kepergianku (ceile..). Dan mungkin dengan asa, bahwa aku bisa membuktikan kualitasku sebagai lulusan Al-Azhar yang sangat tersoyor didunia. Lc (licence)!...Haha tak kubayangkan akhirnya kudapat juga titel itu, tentu saja dengan kerja kerasku selama ini. Empat tahun, tentunya waktu yang cukup pendek untuk menimba ilmu. Tentu juga menjadi sangat kurang untuk cukup mengerti segala hal tentang agama. Lagi pula menurutku, Aku dan teman-teman mungkin hanya belajar untuk sekedar lulus ujian. Alhamdulillah selama ini aku lancar. Jayid terus man! Dan kuanggap itu cukup untuk diriku sendiri sehingga aku beranikan diri pulang. Yang menurut taman-teman terlalu dini untuk waktu 4 tahun. Tapi aku sudah pede, aku mampu.
“Ma, aku ingin pulang tahun ini setelah selesai Lc ku, gimana menurut Mama?”
Tanyaku sebelum ujian kemarin. Tentunya aku harus selalu dalam arahan dan pengetahuan orang tuaku. Lagipula hal ini juga pasti bakalan cukup mengejutkan bagi mereka. Siapa sih yang tak kangen, plus deg-deg ser hatinya, saat anak yang empat tahun jauh darinya tiba-tiba ingin kembali dan berkumpul bersama dirumah.
“Kalau Mama sih terserah kamu saja, tapi entah kalau Papa. Kayaknya Papa ingin kamu terusin sampai MA”
“Coba deh Mam, Sam ingin bicara sama Papa”.
Perlu tahu saja, papa orangnya keras, biasanya kalau sudah punya keinginan sulit untuk ditolak.
“Kenapa kau mau pulang secepat ini Sam, baru empat tahun!” Duh kan, Papa memulai dengan nada yang tak enak, Aku harus hati-hati
“Tapi Aku sudah dapat Lc lho Pa, Aku pikir ini sudah cukup. Lagi pula aku kangen dengan papa dan mama”. Aku merajuk siapa tahu papaku terenyuh, hehe...
“Kau kangen ya...haha..Papa juga begitu, apalagi Mamamu itu. Ya sudahlah, kau pulang dulu”
“Tapi ingat! kamu harus mampu membuktikan, bahwa kamu memang sudah mampu untuk berdakwah disini”
“Jangan bikin malu Papa ya. Ingat janji kau dulu” kata papa mengingatkan.
“Ya Pa, Sam boleh pulang kalau sudah seperti HAMKA” “dan Sam sudah seperti HAMKA”
“Biar nanti mama yang mengurus penyambutanmu dirumah”
Ah, kenapa harus ada penyambutan segala.
“Kok perlu ada penyambutan, Pa?” kataku saat itu penasaran
“Ya..tentu untuk menyambut orang besar!” orang besar?! Siapa?! Aku? Hahaha...
Aku dan Papa memang mempunyai perjanjian penting. Aku tak bakal berani mengajukan proposal untuk pulang, sebelum aku setidaknya memiliku kualitas seperti HAMKA, idolaku dan idola papa. Salah satu yang dianggap sebagai pahlawannya orang padang. Ulama besar masa lalu, yang sampai sekarang masih didengungkan namanya. Di Indonesia dan dunia, paling tidak di asia tenggara. Dengan tafsirnya yang terkenal tafsir Al Azhar. Sebenarnya kalau aku menunggu sampai kualitas keilmuanku sama atau paling tidak mirip HAMKA. Maka paling tidak, aku pulang saat aku sudah bungkuk! Haha...Dasar malas!
Namun yang jadi masalah sekarang, adalah apa yang harus aku lakukan dikampung nanti? Ceramah di masjid-masjid dan mengisi khutbah jum’at jelas bakal jadi jatahku. Menjadi imam shalat tarawih? Ini pasti, karena aku pulang saat bulan puasa baru berjalan 2 hari. Maka pastinya ini jadi tugasku yang utama saat ini selanjutnya mungkin imam shalat Id.
“Sam, setidaknya kau harus mengulang kembali hafalanmu” kata joko teman serumahku dari Pemalang.
“Dan yang paling penting adalah juz ‘amma. Karena tak mungkin kamu pake hafalan alBaqoroh atau surat yang lainnya yang panjang, bisa pada roboh makmunnya”. Ya masuk akal juga. Orang indonesia sukanya yang simpel, instant, sementara di mesir suka belit-belit, sulit birokrasi, selalu ribut untuk hal-hal yang remeh. Jadi ingat kemarin di pasar Husein saat mau beli oleh-oleh. Ada dua orang Mesir bertengkar sampai tarik-tarikan baju.. Seru banget! Tapi pertengkaran itu hilang begitu saja, setelah salah satunya berseru ”Sholu ‘Ala Muhammad!” ah menarik sekali. Mungkin karena orang sini sudah sangat faham tentang hukum agama. Sementara indonesia walau muslimnya mayoritas, tapi yang ada kerusuhan! Kalau tengkar dikit..Belati bicara! Orang ke masjid enggan, karena takut sandal atau sepatunya hilang diambil orang. Orang Islam juga sih!
Ah, inilah yang jadi tugasku nanti. Aku pun sudah mengatur jadwal hidupku di kampung nantinya. Pokoknya sip deh, liat aja nanti. Perbaikan akan segera ada ceile! Islam akan bersinar lagi. Insya Allah.
“Uni tahu kenapa kau cepat pulang, Sam” kata Uniku, saat kukabarkan akan segera pulang lewat telepon.
“Kau ingin segera menikah, kan?” Aku merengut.. menikah!? Ah, itu belum terpikirkan.
“Ah Uni bisa aja. Sam cuma pengin cepet ngamalin ilmu kalau lama-lama takut berkarat”. Sanggahku.
“Itu kan cuma alasan kau saja. Eh, Uni dengar, anak Haji Udin sudah ditawarkan sama Mama”
Anak Haji Udin.. Rahmawati.. teman SMPku dulu.. Ah tak mungkin
“Malah ada si Siti anaknya Haji Karim, Yuyun anak Haji Didin, Fatimah, Lathifah... banyak yang lainnya”
Hah! Semuanya ditawarkan padaku. Bisa gila aku memilihnya. Kok bisa?
“Jelaslah Sam, kita di kampung dianggap hero, everything become best, kalau kita sekolah diluar negeri. Apalagi yang jurusan agama, karena di kampung kau, yang dipentingkan adalah ahli agamanya” Terang Aulia saat aku curhat padanya. Anak fakultas filsafat yang udah dua tahun tak najah-najah. Mungkin karena prinsipnya “alon-alon asal kelakon!”
“Pokoknya sekarang kamu harus siap. Jangan kaget kalau kenyataan yang ada nanti tidak seperti yang kau harapkan.” Katanya lagi menasehatiku. Wah kalau hal ini aku bisa selesaikan. Karena aku juga pernah kecewa saat tingkat satu. Dimana kampus Islam yang kudambakan sesuai dengan mental keislaman-Azhar-ternyata kotor, tak terurus dan tidak profesional. Namun lama-lama aku paham mengapa itu terjadi. Tak lagi menyalahkan. Dan terus berusaha keras belajar. Dan kini aku mencintainya. Apapun bentuknya.
Maka dengan tak sabar kutunggu pesawat ini turun. Sepertinya terasa lama sekali. Tidurpun sudah tak bisa...
Akhirnya bandara Soekarno-Hatta terlihat juga. Nampak sangat indah dan berbeda. saat aku 4 tahun yang lalu berangkat. Dulu aku berangkat bersamaan dengan ratusan TKI. Entah calon atau sudah berulang kali bolak-balik. Tapi sekarang kayaknya sudah tak ada, mungkin karena sudah terlalu banyak. Luar negeri tak mau lagi menerima. Atau mungkin kini dipaketkan lewat peti kemas, haha! Dan hei... Sepertinya ada tambahan disana sini. Lebih tampak modern dan profesional.
Hei lihat disana ada poster besar sebuah wajah.. oh aku tahu! Mungkin itu presiden Indonesia yang baru..Ternyata seorang laki-laki muda! Ah tapi itu bukan yang kucari, yang kucari adalah wajah kelurgaku mana mereka?
“Samsul, kau Samsul Bahri kan?” Seorang laki-laki paruh baya menghampiriku. Ia memakai pakaian adat minang. Aku tak kenal, siapa dia?
“Benar aku Samsul, Samsul Bahri Junaidi.” Kupastikan namaku yang ia maksud.
“Masya Allah! Cakap benar Kau sekarang, lupa sama Pak Uo” kata bapak itu lagi.
“Pak Uo? Pak Tanjung, tak?” tanyaku, ia mengganguk. Aku memeluknya erat. Aku baru ingat ia pamanku yang bekerja di pulau Jawa. Tapi kenapa ia yang menjemputku. Dimana Papa, Mama, Uni?
“Mama sama Papa sudah mengunggu di luar, dikarpet merah!” Rupanya ia tahu apa yang kupikirkan, tapi sebentar.... Karpet merah! Buat apa? Namun aku diam saja. Bingung, paman menyeretku keluar.
“Sudahlah, biar barang Kau dibereskan Abang Rahmat” Akupun segera keluar bandara, dan Masya Allah.. Aku tergagap.. tak bisa bicara, ratusan orang didepanku. Semuanya menyambutku!!
Ada Papa, Mama, Uni, Haji Udin, Haji Didin, Rahmawati, Siti, Sri, Lathifah... semuanya memakai pakaian khas minang menyambutku. Mati aku!!
larilah sebelum kebalap!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

ULANGAN PAI KD I DEMOKRASI DALAM ISLAM SEMESTER GANJIL KELAS XII

SOAL HARI KIAMAT XI IPA