ngaji 2

Jadi gitu. dan itu dulu. Syekhku Ahmad sudah tak lagi mengajarku. Kadang kita masih saling bertemu dan saling menyapa. Tapi just say hello, "Kaifa Haluk?" "Ruh fein?" "Masuftuka mundzu zaman..." Jelas aku merasa kehilangan, beliau sudah seperti temanku sendiri. Bagusnya orang Mesir itu begitu. Sekali kenal, dia tidak akan pernah mau melupakanmu. Jadi ingat seorang kawan yang baru saja kenalan, dia sudah tak canggung lagi membawaku kemana-mana sekaligus menawariku makanan dan lain sebagainya. Tiap hari bahkan hampir tiap berapa jam, dia akan miscall. Gak membutuhkan jawaban atau balasan. Hanya miscall aja.
Sekarang rumahku pindah lagi. Tepatnya di daerah Hayl Asyir, Madrosah. Di belakang Pasar tradisional Asyir. Memang sih jauh dari teman-teman IKMAS lainnya. Bagusnya di situ lebih tenang. Dan orang Indonesia yang tinggal cuma di rumah kami saja. Aku serumah berempat. 3 yang lain anak baru. Namanya aneh-aneh, kamu mau tau? Aroel Sharon, Mardhi Sapulidhi dan Triy Udo yokyes. Nah di depan rumah kami yang berupa apartemen itu ada sebuah masjid.
Masjid itu tak bernama, setahuku sampe sekarang. Gami' gitu aja sebutannya. DI Mesir setiap pojokan ada masjid. mungkin sama banyaknya dengan Warnet, haha. Anak-anak sini, abis ke masjid biasanya langsung ke warnet, apalagi yang di daerah Gami dan Bawabah. Warnet itu bisa diitung pake kalkulator.
Nah bicara tentang masjid di depan rumahku, warnanya coklat. Emang sih warna coklat adalah warna favorit mesir, sesuai dengan alamnya. Sahara, gurun, pasir, debu. Jadi rumah sini kebanyakan gak ada yang dicat luarnya dibiarkan begitu aja tanpa polesan atau kapur. Bas semen. Kalau dicat malah rugi, baru sebentar mungkin udah berubah jadi coklat juga terkena debu yang kadang-kadang jadi badai.
Nah di masjidku itu ada seorang Syeikh. Btw hampir di setiap masjid ada Syeikhnya. diantara mereka ada yang imam di situ ada juga yang sekedar penduduk sekitar masjid itu. Syeikhku yang satu ini bukan imam. Dia adalah salah seorang makmum yang kelak jadi guruku. Syeikh ini udah tua banget. Tuanya yang pasti melebihi tuanya aku, hehe. Rambut dan jenggotnya sudah memutih semua, jalannya sudah membungkuk, keriputnya sudah memenuhi wajahnya. Mungkin aku dan kau suatu ketika akan begitu pula. Itu pun kalo usia kita panjang. Setiap abis solat Ashar dia ngajarin para pamuda dan bapak-bapak yang ada di sekitar masjid itu mengaji. Aku pun ikut. Pertama kali karena ajakan, kedua adalah karena kebutuhan. Aku butuh orang yang kembali bisa menyimak hapalanku. Mengoreksi kalo aku salah. Menasehatiku akan hal-hal yang baik dan positif. Aku rasa syeikh itu bisa memenuhi semua harapanku. AKhirnya aku ngaji lagi. Rasanya seperti menemukan oase di padang gurun yang panas. Syeikh itu mendengarkan bacaanku dengan seksama. Aku terkesima, di balik paras tuanya, semangatnya utk mengajar agama dan Qur'an begitu besarnya. beliau sangat perhatian dengan kita. "Indonesiy, ta'ala" begitu katanya padaku saat aku datang. Aku disalami, diberi senyuman. disuruh duduk di sampingnya, dan terakhir setelah aku selesai membaca dan menghapal dia mengangguk-angguk, tersenyum dan memuji, "Indonesiy ahsan!' di depan muridnya yang lain (Mesir, Nigeria, Rusia). Aku pun tersenyum bangga.
bersambung.
larilah sebelum kebalap!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

ULANGAN PAI KD I DEMOKRASI DALAM ISLAM SEMESTER GANJIL KELAS XII

SOAL HARI KIAMAT XI IPA