Cadarku Hanya Untukmu

Walo sudah dibilang berulang kali Fatimeh tetep gak mau mengerti dan mendengarkanku. Dia tetep pengen pulang!

Gue pun menyerah, kupecahkan celengan sapiku. Kutemukan beberapa recehan Pound yang cukup untuk menerbangkannya kembali ke Indonesia.

Melihatnya untuk terakhir kembali selama seminggu ke depan adalah siksaan bathin terbesar dalam hidupku. Tiketnya @Egypt Airlines for next week. Pokoknya gitu deh.
Ingatanku kembali ke masa silam. Ketika gue menikahinya untuk pertama x (emang berapa x sih?). Begini ceritanya...

Alkisah dahulu kala ada seorang Raja yang bingung karena pangeran pewaris tahtanya sakit keras. Kata tabib kerajaan sakitnya karena wabah flu burung merpati. Tapi raja tak percaya, karena di seluruh wilayah kerajaan tidak ada satupun burung merpati.

“Mungkinkah tabib? Bukankah di kerajaanku ini tidak ada satu burung merpatipun? Mungkin saja burung Perkutut atau burung Emprit” Tanya Raja penasaran dan meminta kepastian.
“Ampun duli Paduka. Mana berani hamba berdusta kalo tidak terpaksa. Memang dalam data Menteri Penernakan tidak ada, tapi ada seseorang dari rakyat Paduka yang memeliharanya secara rahasia dan tidak tidak mendaftarkan dalam sensus hewan dan ternak.”
“Apa!?”

Raja nampaknya mulai naik pitam ternyata ada rakyatnya yang tidak patuh terhadap perintah dan hukum kerajaannya. Raja adalah seorang yang Arif bijaksana, dia tidak akan marah kalo tidak ada kesalahan fatal aja. Ngebut di jalan raya mungkin cukup ditilang, menekel keras pemain lawan cukup dikartu kuning. Tapi ini? Tidak taat pada peraturan negara adalah kesalahan fatal. Karena itu berarti meremehkan hukum yang tugasnya melindungi segenap rakyat. Palagi dampaknya kali ini adalah pada putra kesayangannya sendiri, gue!

“Tabib, siapa seseorang yang berani itu?!”
“Ampun....Paduka...hamba mohon maapkanlah dia...”
“Kenapa tabib, bukankah setiap pelaku kejahatan harus menerima akibatnya?”
“Tapi Paduka...dia...tidak sengaja....melakukannya...”
“Siapa ‘dia’ itu tabib. Nampaknya kau begitu mengenalnya!”
“Dia...adalah...putri hamba...paduka! tolong maapkan dia...dia hanya seorang gadis lugu!”

Raja manggut-manggut. Dia mengerti kenapa tabib ingin melindunginya. Seorang ayah tentu tak akan rela anaknya cilaka. Seperti dia yang sangat menyayangi anaknya.
“Baiklah tabib dia kumaafkan, tapi aku ingin dia bertanggungjawab atas apa yang telah dia lakukan. Pengawal bawa anak gadis tabib kemari dengan baik-baik!”
“Terima kasih Paduka. Paduka sungguh sangat baik...banget.”
Para pengawal serentak pergi ke rumah sang tabib untuk membawa anak gadisnya ke Raja.
“BTW, tabib...apa arti lugu itu?”
“Eh...oh...lugu itu...lucu lan guateli”

Setelah beberapa saat para pengawal sampai di rumah sang tabib. Karena perintah Raja adalah membawa si gadis baik2 maka mereka mengetuk pintu terlebih dahulu. Biasanya mereka mendobrak pintu para penjahat dan pelanggar hukum dengan paksa.

“Assalaamualaikum....” kata pimpinan pengawal mengucap salam. Ucapkanlah salam sebelum masuk rumah. Karena itu akan membawa keberkatan bagi penghuninya (demikian jelas seorang pengawal)
“Waalaikum salam wr wb.... min?” terdengar suara datar dari dalam.
“Nahnu pengawal kerajaan berharap anda mau datang ke kerajaan sekarang juga.”
“Ada urusan apa?”
“Kami hanya ditugaskan menjemput anda, biarlah nanti Raja yang menjelaskannya pada anda.”
“Baik. Tapi aku tidak boleh keluar rumah perintah dari ayah.”
“Kami sudah dapat izin dari ayahmu. Diapun menunggu anda di istana.”
“Baik, tunggu sebentar aku akan berpakaian yang layak.”
“We are waiting Ma’am.”

Sang gadis pun keluar dengan memakai cadar yang pas dengan gaunnya yang indah. Pengawal membawanya dengan mobil limosin yang sudah disediakan.
Raja dan Tabib masih asyik mengobrol ketika sang gadis tiba.

“Ini dia anak gadisku Paduka raja. Mohon jangan kau terlalu keras padanya."
“Aku mengerti. Suruh dia duduk di depanku.”

Sang gadis duduk di depan raja.

“Benerkah kau memiliki seekor burung Merpati?”
“Benar Paduka. Namun burung Merpati itu sudah mati semalam. Dia sakit.”
“Kenapa kau tidak melaporkan binatang peliharaanmu ke kerajaan?”
“Dia makhluk langka di kerajaan ini, aku takut kalo melaporkannya ke kerajaan, maka kerajaan akan mengambilnya dari sisiku.”
“Begitu sayangkah kau padanya sampai kau berlaku begitu?” tanya Raja heran.
“Benar. Aku begitu sayang padanya seperti sayangnya aku pada ibuku. Itu adalah kenang-kenangan ibuku sebelum beliau meninggal.”

“Hm....lalu apakah kau tau, burungmu itu membuat anak kesayanganku sakit dan hampir mati?”
“Apa? Maapkan hamba paduka. Hamba tidak bermaksud untuk menyakiti sapa2. Burung itu memang beberapa hari yang lalu keluar dari sarangnya. Entah kemana. Mungkin Pangeran terkena taiknya ketika dia sedang terbang di atas kerajaan.”

Raja menoleh ke arah tabib.
“Tabib apakah memang tak ada obat buat anakku?”
“Sebenernya ada Paduka. Jantung burung Merpati itu bisa menyembuhkannya. Cuma burung itu sudah mati. Jadi hamba tidak tahu lagi.”
“Aduh...haruskan anakku mati sebelum menjadi Raja?” Raja mengaduh dan mengeluh.
“Paduka...maapkan hamba...mungkin kalo boleh hamba yang bersalah ini memohon maaf dan berjanji akan bertanggungjawab.” Sang Gadis berkata.
“Hamba bersedia akan merawatnya sampai sembuh. Kebetulan hamba bisa ilmu ketabiban sedikit.”
“Tapi dengan satu syarat paduka...” sang gadis melanjutkan.

“Apa? Apapun yang kau minta akan kuberikan!” sambut Raja.
“Nikahilah aku dengannya, biar aku bisa mengurusnya dengan tanpa berdosa.”
“Baik. Asal kau bisa menyembuhkannya. Lagian tak patut dia mati dalam keadaan membujang. Kunikahkanmu dengannya sekarang juga.”

Pernikahan tanpa bunga.

Pernikahan penuh air mata dari sang Raja.

Malam pertama sang gadis yang ternyata bernama Fatimeh itu masuk ke kamarku.
Ia membuka cadarnya untukku yang berbaring di kasur itu tanpa bergerak. Hanya takjub akan kecantikan dan budi pekertinya.
Cahaya wajahnya menyilaukanku. Menyejukkan hatiku. Membangkitkan semangatku. Menyembuhkan sakitku.
“Cadar ini hanya kubuka untukmu suamiku...bagaimana kabarmu?”
Gue tersenyum.
“Baik. Sungguh baik.”
Bgtlah cerita pernikahan Gue dg Fatimeh.

Met Idul Adha, Kullu Ammin wa antum fikhoirin

Komentar

Postingan populer dari blog ini

ULANGAN PAI KD I DEMOKRASI DALAM ISLAM SEMESTER GANJIL KELAS XII

SOAL HARI KIAMAT XI IPA