Yang Muda, Yang Bersuka

Bulettin Fatawa Batam
Edisi 3 tahun I, 2008-11-28


Darah muda, darahnya para remaja. Yang selalu merasa gagah tak pernah mau mengalah. Masa muda masa yang yang berapi, maunya menang sendiri, walau salah tak mau peduli. Darah muda. (Darah Muda- H. Rhoma Irama)

Mungkin beberapa tahun silam, kita akan terkaget-kaget dan terheran-heran bukan kepalang ketika mendengar berita aborsi yang dilakukan oleh seorang wanita paruh baya. Kita akan menganggapnya sebagai perbuatan kotor, jahat dan tidak berperikemanusiaan. Pelakunya wajib dihukum yang seberat-beratnya.

Namun belakangan ini aborsi, bahkan bila pelakunya (masih) anak SMU akan terasa biasa. Bagaimana tidak, kita mendengarnya di radio, kita melihatnya di TV, kita membacanya di koran. Anak-anak muda yang masih bersekolah itu tega membunuh anaknya sendiri. Membuangnya di tempat sampah, melemparnya ke sungai.

Mungkin juga beberapa tahun silam, pembunuhan oleh seorang pemuda serasa jarang terdengar. Pelakunya akan didenda ‘dosa besar’, kucilan dari masyarakat dan bahkan hukuman mati. Tapi kini pemuda membunuh manusia bak makan kacang goreng, tak ada rasa bersalah. Dan orangpun mungkin hanya bisa geleng-geleng kepala.

Mungkin perzinahan dulu bagaikan kejadian yang paling memilukan dalam masyarakat. Orang bahkan akan malu bila mendengarnya. Dan berusaha keras menjauhinya dan mengecam siapa saja yang melakukannya. Namun kini, perzinahan melalui prostitusi dilegalkan. Dilakukan ramai oleh anak cucu kita. CD porno dijual bebas di pinggir jalan, bisa dibeli siapa saja bahkan oleh anak sekolah dasar. Orang-orang pun hanya bisa bilang, “jaman sudah gila.”

Mungkin kita akan merasa malu bila membantah orang tua kita dahulu. Namun lihat betapa kini seorang anak berani memukul bahkan membunuh orang tuanya. Mungkin dulu kita akan bangga bila pintar dalam sekolah pintar pula mengaji. Namun kini anak kita membolos di sekolah, ujian dengan menyontek dan sangat/anti/benci/menjauhi al qur’an.

Keluarga adalah benteng terakhir
Bila sekolah-sekolah hanya mengajarkan anak menjadi brutal dalam tawuran-tawuran. Bila sekolah-sekolah hanya menciptakan persaingan nilai tanpa memperdulikan kualitas adab dan akhlak. Bila sekolah-sekolah hanya meninggikan kepala anak-anak kita dan membuatnya melupakan sopan santun dan kasih sayang. Bila sekolah-sekolah hanya sarana mencari kerja bukan menjadi jalan menjadi orang yang lebih baik. Mari kita kembali kepada keluarga.

Ya, keluarga adalah benteng pertama sekaligus terakhir dalam upaya menyelamatkan anak-anak kita. Keluarga memiliki perangkat yang istimewa yang tidak dimiliki oleh lembaga lain sejenisnya. Hubungannya yang begitu erat karena saling berhubungan darah bisa dimanfaatkan semaksimal mungkin dalam pengawasan, pembimbingan dan pengarahan anak.

Orang tua sebagai piranti paling utama harus menggunakan kekuasaan dan kemampuannya untuk mengasuh anak dengan sebaiknya. Hal ini adalah kewajiban bagi semua orang tua. Bila ia melalaikannya maka ia akan berdosa besar.

Allah Swt menegaskan dalam firmanNya.
“Wahai Orang-orang yang beriman, periharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya terdiri dari manusia dan bebatuan.” (QS. Al Tahrim :6)
Anak adalah amanah yang besar dari Allah. Tidak semua orang bisa punya anak. Jadi anak adalah anugerah terindah yang harus kita syukuri. Bentuk kesyukuranya adalah membimbingnya sebaik mungkin. Dan seperti pemimpin yang dimintai pertanggungjawab atas amanah kekuasaan, orangtua juga akan diminta tanggungjawab atas anaknya. Rasulullah Saw. Bersabda “Ketahuilah, masing-masing kamu adalah pemimpin dan masing-masing kamu akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya itu.” (Hadist)

Sumber pertama yang mengenalkan kehidupan kepada anak-anak adalah wanita yaitu ibu. Makanya dikatakan oleh Nabi Saw, “surga ada di bawah telapak kaki ibu.” Ibu adalah orang pertama yang dipercaya untuk menjaga dan memelihara pertumbuhan dan perkembangan anak sejak lahir. Ibulah yang pertama kali memberikan makanan jasmani berupa susu (ASI) maupun makanan rohani berupa sentuhan kasih sayang. Dari pelukan ibu kita bermula, dari pelukan ibu kita merasa teramat bahagia.

Tugas pertama seorang Ibu : Menyusuinya dengan baik
Allah berfirman, “dan mengandungnya sampai menyapihnya adalah 30 bulan “ (QS. Al Ahqof : 15) Ayat ini menjelaskan lama penyusuan seorang anak. Jika si anak dikandung selama 7 bulan, maka penyusuan selama 23 bulan untuk menyempurnakan 30 bulan. Jadi, jika dikandung selama 9 bulan maka ia hanya perlu disusui selama 21 bulan saja.

Air susu ibu merupakan makanan pokok bayi selama masa tertentu dari umur bayi. Sesungguhnya di balik penyusuan itu terdapat nilai yang sangat berharga bagi pembentukan fisik dan mental anak. Antara lain: 1. ikatan kejiawaan (kontak batin) antara anak dengan ibu menjadi lebih kuat. 2. Kondisi rahim setelah mengandung akan segera pulih. 3. Meringankan rasa sakit nifas si ibu. Para dokter dan ahli kesehatan menganjurkan agar bayi senantiasa disusui ibunya. Hal ini berakaitan erat dengan usaha menanggulangi kematian anak di bawah umur.

Waspadailah penggunaan susu formula (susu sapi) termasuk dengan botol-botol yang digunakan. Apabila tidak terjamin higinitas dan kualitasnya dapat membahayakan kesehatan bayi. Lebih lanjut seharusnya kita lebih percaya kepada susu ibu daripada susu sapi. Herannya para ibu modern enggan menyusui anaknya dan lebih cenderung menggunakan susu sapi. Maka jangan heran bila si anak lebih mirip dengan sapi (termasuk perilaku, tabiat dan wataknya) daripada ibunya. Hehe.

Percayalah bahwa sifat-sifat dari ibu akan mengalir ke anak. Dan itu pasti akan membawa sifat baik atau buruknya si ibu. Maka bagi yang belum menikah pilihlah calon ibu yang baik. Dan bila sudah terlanjur menikah dan dapet istri yang buruk, cobalah merubahnya menjadi baik sebelum memiliki momongan. Selalu ada waktu untuk berubah. Yakinlah!

Tugas Ayah : Bodyguard
Sementara ayah berfungsi sebagai penjaga, pelindung dan pemberi motivasi. Ayah sangat mempunyai peranan penting sebagai pengawas dan pengajak. Coba sekali-kali seorang ayah mengobrol dan bertanya santai kepada sang anak, “dimana tempat yang sering dikunjungi, dengan siapa sering pergi, apa kegiatan ektrakulikulernya, apa hobinya, apa makanan kesukaaannya”, dll. Dan liat bagaimana reaksi sang anak menghadapi pertanyaan-pertanyaan tersebut.

Secara psikologi anak akan lebih takut terhadap ayahnya. Lihat saja betapa seorang ayah hanya perlu merubah raut muka untuk menunjukkan kemarahannya. Sementara seorang ibu harus berteriak-teriak terlebih dahulu untuk mendapatkan perhatian anaknya.
Seorang ayah juga bertugas untuk memberi penghargaan (award) bila anaknya baik dan sebaliknya memberinya hukuman (punishment) bila anaknya berbuat nakal. Bila ayah dan Ibu mampu melakukan tugasnya dengan baik Insya Allah anaknya pun menjadi baik.
Sayangnya, fungsi dan tugas orang tua di kota Batam sangat minim untuk bisa direalisasikan. Coba kita lihat berapa persen orang tua yang mampu tinggal di rumah (minimal 16 jam) untuk mengawasi perkembangan anak?

Ibu dan ayah sama-sama bekerja. Siang malam banting tulang untuk mencari rejeki. Memang itu adalah salah satu tugas dari orang tua. Mencukupi kebutuhan anaknya. Tapi ingat ada 2 kebutuhan penting anak.

Pertama: Kebutuhan fisik jasmani yang berupa sandang, pangan dan papan. Kedua: adalah kebutuhan ruhani yang berupa kasih sayang, cinta dan perhatian.
Bila ayah jarang di rumah. Ibu bekerja hingga lembur, siapa yang akan mengawasi anaknya? Orang bisa kaya raya, rumah penuh manikam berlian namun bila kering kasih sayang anak akan melawan dan semua harta itu menjadi tak berarti apa-apa.

Maka jangan heran bila anak yang kekurangan kasih sayang itu akan berperilaku nakal dan menyimpang. Karena di saat mereka membutuhkan uluran tangan orang tuanya (memeluknya saat mereka menangis, menciumnya saat mereka bahagia) tidak mereka dapatkan.

Apalagi yang kerja shift setiap harinya, ayah kerja di perkapalan mulai dari pagi hinga sore. Kadang lembur. Ibunya kerja shift di PT mulai pagi sampai malam. Anak tak pernah melihat kedua orangtuanya secara lengkap. Kalopun orangtua ada di rumahnya, keadaannya sudah lelah. Gampang marah-marah dan tidak akan peduli dengan anak-anaknya.

Dalam beberapa kasus yang saya dapatkan, ada orangtua yang jarang sekali di rumah. Sekalinya mereka di rumah mereka hanya bisa menghardik dan memarahi anaknya. Bahkan mereka sangat ringan sekali memukul anaknya. Padahal seorang ahli kejiwaan berkata, “jangan kau didik anakmu dengan pukulan karena ia akan menjadi keras bagai batu. Jangan kau didik anakmu dalam hardikan karena ia akan menjadi seorang pendendam. Jangan kau didik anak denga sumpah serapah karena ia akan menjadi seorang pembenci yang berlidah kasar.”

Tugas bersama kedua orang tua:

A. memberinya nama yang baik
Nama adalah doa orang tua kepada anaknya. Dimana diharapkan seorang anak menjadi seseorang yang baik sesuai doanya. Paling tidak mendekatinya. Misal seorang anak diberi nama Hafidz, diharapkan anak itu akan menjadi penghapal al quran. Diberi nama Aisyah diharapkan ia menjadi seperti Bunda Aisyah istri Nabi yang Sholehah. Diberi nama Abdullah hingga menjadi hamba Allah yang taat.

Janganlah anak diberi nama yang buruk, bemakna jelek dan ada peluang untuk diejek oleh temen-temennya. Misalnya namanya Parno, Tukimin, Syaithonirrajim (walo bahasa arab tapi maknanya buruk), Siti Milikiti. Apa arti semua itu?

Dengan nama yang baik, diharapkan akan menjadi jati diri yang baik baginya maupun seluruh manusia kelak. Al Baihaqi meriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa Rasulullah Saw bersabda, “Diantara hak anak terhadap ayahnya adalah (agar ayah) mengajarkan akhlak yang baik dan memberinya nama yang baik.”

Jangan takut untuk memberinya nama-nama yang baik, seperti nama Nabi, Sahabat, Pejuang Islam dll. Jangan takut sang anak akan ‘keberatan’ nama. Hal itu tidak ada dalam Islam. Justru dengan ada nama yang baik, si anak akan termotivasi untuk menjadi seperti nama yang diberikan padanya. Misalnya nama saya Arif, saya jadi semangat untuk mengetahui segala sesuatu. Karena arif arti ‘yang mengetahui’.

Pemberian Nama sebaiknya saat bayi berumur 7 hari (boleh sebelumnya) bertepatan dengan pelaksanaan Aqiqoh. Aqiqoh atau penyembelihan kambing 2 untuk bayi laki-laki dan satu untuk bayi perempuan adalah juga kewajiban bagi orang yang mampu melaksanakannya. Hasil penyembelihannya diberikan kepada fakir dan miskin. Sementara khitan (sunat) adalah kewajiban bagi anak laki-laki dan sunnah bagi anak wanita. Khitan boleh dilakukan pada tahun-tahun berikutnya. Lebih cepat lebih baik.

B. Mengislamkannya dengan baik
Allah Swt telah menciptakan manusia dengan fitrahnya sejak dilahirkan. Sebagian dari unsur fitrah itu adalah keimanan terhadap agama Islam. Rasulullah Saw bersabda, “Tidak ada seorang bayipun yang dilahirkan kecuali dengan fitrahnya (kesuciannya dalam beragama yaitu Islam), kedua orang tuanyalah yang kelak akan menjadikannya sebagai seorang Yahudi, Nasrani ataupun Majusi” (Muttafaqun alaih)

Hendaknya para orang tua memelihara fitrah itu dengan sebaik-baiknya. Dikembangkan dengan seksama sejak bayi itu menghidup udara di dunia yang fana. Diperhatikan apa saja yang dibutuhkannya untuk membuatnya menjadi semakin baik dan dijauhkan dari hal-hal yang membuatnya menjadi buruk. Bagai memelihara tanaman, agar menjadi tumbuh baik dan berbuah maupun berbunga, harus diberi tanah yang subur, pupuk yang tepat dan pembebasan dari segala hama yang ingin mengganggunya.

Al Hakim meriwayatkan dari Abu An Nadlar Al Faqih Ikrimah dari Ibnu Abbas bahwa Nabi Saw bersabda, “perkenalkanlah kepada bayi-bayi kalian kaliamat pertama dengan Laa ilaaha illallah dan talqin(bacakanlah tahlil) pula ketika mati dengan kalimat la ilaaha illallah.” Maka itu disyariatkan bagi sang ayah untuk mengadzani anaknya yang baru lahir di telinga kanannya dan iqomah di telinga kirinya.

Ketiga: Mengajarinya dengan ilmu yang baik
Semua orang butuh ilmu. Maka dibutuhkan pencarian untuk mendapatkannya. Manusia hanya bisa hidup dari pengetahuannya. Semakin baik pengetahuannya akan ilmu maka ia akan mendapatkan tempat yang terhormat.

Ilmu ada 2. ilmu syar’i dan ilmu umum
Ilmu syar’i ada dua. Ilmu fardhu ain dan ilmu fardhu kifayah. Ilmu wajib ain adalah ilmu yang harus dimiliki oleh setiap muslim. Meliputi tauhid (keimanan) dan Ibadah (rukun islam). Misalnya sholat, puasa dan zakat. sementara ilmu fardu kifayah adalah ilmu yang tidak perlu semua orang mengetahuinya. Misalnya ilmu memandikan jenazah, ilmu tentang pembagian harta waris.

Untuk sholat misalnya seorang anak wajib tahu dan mengerti bagaimana melakukannya, apa saja yang membatalkannya dll. Orangtua boleh bahkan wajib memaksa anaknya untuk sholat walaupun ia sudah beranjak dewasa. Rasulullah Saw bersabda, “ajarilah anakmu sholat waktu mereka berumur 7 tahun. Dan pukullah mereka kalau mereka enggan shalat saat mereka sudah berumur 10 tahun.”

Untuk ilmu umum, ex fisika, kimia, matematika hendaklah dibantu dengan menyekolahkannya di sekolah-sekolah yang baik kalau perlu hingga sampai perguruan tinggi. Bila status kita hanya lulusan SD maka janganlah anak kita mengalaminya. Anak kita harus lebih baik dari kita. Mereka harus menjadi lebih hebat dari kita. Bila kita ada cita-cita yang belom tercapai dalam hidup ini, maka berilah semangat pada anak anda untuk bisa meraihnya.

Pentingnya perhatian Masyarakat
Bila pribadi-pribadi dalam masyarakat baik pasti akan melahirkan masyarakat yang juga baik. Maka peran aktif dari masyarakat sangat penting. Mari kita makin peduli, makin care, makin bisa melihat keadaan, makin bisa mmberikan yang terbaik untuk orang sekitar.

Bila melihat keburukan, walo bukan anak kita sendiri, tegurlah dengan kata-kata yang baik. Bila melihat kesedihan, walo bukan anak kita sendiri hiburlah dengan kalimat yang indah. Bila melihat kesalahan cegahlah. Bila melihat kejahatan laranglah. Bila melihat kedzaliman hentikanlah. Bila melihat kebaikan, doakanlah. Niscaya kita akan menjadi semakin baik.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

ULANGAN PAI KD I DEMOKRASI DALAM ISLAM SEMESTER GANJIL KELAS XII

SOAL HARI KIAMAT XI IPA