Postingan

Menampilkan postingan dari Januari, 2006

SUDAH MEFET!

Sebenernya, kata ya­ng paling bener tuh ‘sudah me­pet’ (pake huruf p) tapi karena ane sedang teringat dg satu cerita yang lucu tentang orang sunda, ya ditulis begini. Jangan salah, bukan maksud menghina orang Sunda. Rugi, karena ane sendiri juga orang Sunda. Kan begini ceritanya, banyak orang bilang (pastinya bukan orang sunda!) kalo orang Sunda tuh gak bisa ngomong pake huruf f, karena lidahnya emang gak bisa begitu. Terang aja orang sunda gak terima dibilangin gitu. Langsung aja mereka bilang, “siapa bilang kalo orang Sunda agak bisa ngomong f, itu mah pitnah!” Hehe malah jadi tampak salahnya kan? Tapi yang bisa diambil pelajaran dan patut diacungi jempol kaki temen adalah ke­gigihan orang Sunda untuk menolak streotip (p apa f sih?) orang kepada mereka. Mereka gak mau dibilangin sesuatu yang memang menjadi kelemahannya. Karena yang nama­nya kele­mahan kan dimiliki setiap orang, setiap suku bahkan setiap bangsa. Baik bangsa bar-bar maupun bangsa bur-bur (kacang ijo). Tidak ada yang

SAATNYA BERBURU ANAK BARU

Assalaamualaikum Pada yang tercinta Ayah dan bunda Teriring doa untuk kalian berdua dan sholawat buat Baginda Rasulullah SAW tercinta. Kali ini ananda kirim surat buat ayah dan bunda bukan tiada maksudnya. Surat ini juga berbeda seperti biasa. Masalah uang kiriman nanti saja kita bicara. Ananda masih ada uang beasiswa. Ayah dan bunda.... Bolehkan ananda ber­tanya? Apakah ayah dan bunda ingin punya cucu yang lahir dari bumi para nabi yang maha perkasa dalam meng­emban beban amanat dari-Nya? Apakah ayah dan Bunda pernah rindu akan seorang cucu yang lahir di kerajaan Amr bin Ash atau Sholahuddin Al Ayyubi yang mampu membebaskan Palestina? Ayah dan bunda tercinta... Kalau jawabannya adalah iya, insya Allah ananda akan meng­usa­ha­kan­nya dengan segenap jiwa. Ananda akan beru­saha untuk mewujudkan ke­inginan dan mimpi ayah bunda. Semua itu karena bakti dan abdi dari ananda yang selama ini sudah ayah, bunda asuh penuh cinta.

KULIAH BEGIN

Tau gak, kemaren gue kaget banget ketika ada temen yang bilangin kalo salah satu madah kuliah gue ada bahsnya. Tau bash kan? Kalo tambah huruf a di tengah-tengah sih basah, tapi bukan itu yang dimaksud. Bahs itu seperti PR (pekerjaan Rumah) kalo pas kita di SD-SMU dulu lho! Atau kalo istilah di kuliahan Indo­nesianya paper. Tapi bukan yang buat masak lho! Itu mah cabe. Kalo bahasa NTBnya Lombok, yang mungkin sangking cintanya sama sayuran ini (entah sayur ntah buah?) malah dengan bangga dijadiin ibukotanya! Kembali ke masalah bahs, tentunya selaku maha­siswa yang lumayan baek (cuma lumayan lho) gue kudu nyelesain tuh tugas ini dengan baik. Lagian gue pikir ini sebuah tan­tang­an gitcu looh! Gue kan suka banget sama tan­­tang­an. Gue juga suka nan­tang orang, walau sering kalahnya sih. Tapi gue tetep gak takut untuk meng­hadapi sebuah tantangan. Karena dengan tantangan itu bikin kita lebih baik dari sebelum ditantang. Baik hasilnya kalah apalagi kalo menang.

untung saja..

“Wah, untung aku tak jadi mencintaimu. Kalau tidak, aku bakal sakit hati banget kalau kamu sering disapa orang. Bahkan kalau kau sampai membalas sapaannya.” “Untung saja aku tak jadi mencintaimu. Kalau tidak aku bakal marah besar pada setiap orang yang mencoba meng­godamu. Bahkan kalau sampai kau tergoda dan membalasnya dengan hal yang sama.” “Untung saja aku tak jadi mencintaimu. Kalau tidak aku pasti akan sakit hati banget saat kamu berjalan dengan cowok laen. Walau untuk seribu alasan dan urusan apa-pun.” “Untung aku tak jadi mencintaimu. Kalau tidak, pasti aku akan cemburu berat melihatmu banyak bercakap dengan orang laen. Apalagi disertai senda gurau sampai memperlihatkan barisan gigimu yang putih indah.” “Untung saja aku tak jadi mencintaimu. Kalau tidak pasti mukaku akan marah memerah padam melihatmu tersenyum pada orang lain.” “Untung saja aku tak jadi mencintaimu, jadi aku tak perlu memikirkanmu dirimu setiap saat, setiap waktu.” “Untung saja aku tak jadi mencintaimu, jadi aku